Kamis, 21 Juni 2012

HE DOESN’T LOVE ME
            Orang gila !! itu lah aku, karena satu pria bisa membuat ku gila, senyum sendiri, tersipu, perasaan tak karuan, rasanya campur aduk ketika cinta menghampiri. Semua nya indah, merona bagai mawar di tepi danau. Ahhhh . . mungkin aku berlebihan…
            “ Ica, sarapan nya abisin dong!!” perintah Mama yang duduk di sebelahku. “hah? Eh.. e e iya Ma” aku kagat, sedang asyik melamun tiba-tiba Mama menggangguku. “hayo, lagi ngelamunin apa? Cowo ya?” goda Mama “ah apaan sih mah, so tau deh” jawab ku malu. “terus ngelamunin apa?” Tanya Mama “ga ngelamunin apa-apa ko ma” jawab ku “iya deh” Mama menjawab dengan nada menggodaku, sekali lagi aku hanya tersipu malu. Mama memang benar, aku sedang melamun tentang seorang cowo, cowo yang seminggu terakhir ini membuat ku deg-degan ga karuan, cowo yang punya senyum paling manis, cowo tinggi putih yang selalu juara kelas. Namanya Yusuf, dia satu kelas denganku awalnya aku membenci dia, karena menurutku dia so pintar dan menyebalkan tapi setelah ku pikir-pikir lagi ternyata dia tidak seburuk itu, malah dia berhasil memikat hatiku. Pagi ini aku begitu semangat pergi ke sekolah, tak seperti biasanya. Siapa lagi yang membuatku begitu semangat kalau bukan Yusuf.
            “udah ca sarapannya?” Tanya Ayah yang menghampiriku di meja makan. “udah ko yah, berangkat yu?” jawabku sambil mengambil tas yang tadi kusimpan di samping kursi meja makan. Tak lama kemudian aku berpamitan pada Mama dan bergegas masuk ke mobil. Di jalan perasaan ku ta karuan, rasanya ingin cepat-cepat sampai di sekolah. Tiba-tiba Ayah membuyarkan pikiranku “kamu ko akhir-akhir ini jadi sering ngelamun sih, ada apa?” Tanya ayah lembut “ga ada apa-apa ko yah, emang aku sering ngelamun gitu? Perasaan engga deh” aku berpura-pura tak tahu apa-apa. “ya, ayah sering liat aja akhir-akhir ini kamu banyak ngelamun, ayah takut kamu kenapa-kenapa” ayah menjawab dengan penuh kelembutan “engga yah, mungkin itu cuma perasaan ayah aja, ga ada apa-apa ko kalo ada apa-apa nanti aku pasti cerita ko yah” aku berusaha meyakinkan ayah. “yaudah syukurlah kalo gitu” ayah menghela nafas. 10 menit kemudian aku tiba di gerbang sekolah ku, aku berpamitan pada ayah. Di jalan menuju kelas ku, tiba-tiba mataku berbinar hati ku deg-degan dan bibir ku spontan tersenyum. Kulihat Yusuf di koridor kelas, dia begitu tampan dan membuat ku terpikat, karena tak begitu memperhatikan jalan kakiku tersandung dan aku berteriak dan Yusuf mendengar teriakan ku. “kenapa Ca? liat-liat dong kalo jalan, merhatiin gue terus sih”  candanya dengan senyum yang indah “apasih, siapa lagi yang merhatiin elo geer aja deh” balasku dengan wajah tersipu. Aku bohong, dia memang benar, aku tersandung karena memperhatikan nya.
 Aku bergegas ke kelas, aku berpapasan dengan nya dan melempar senyum mengejek. Dia malah tertawa dan membalas mengejekku. Kami memang selalu begitu, kadang bertengkar, saling ejek, kadang bertukar pikiran, itulah yang membuat ku jatuh cinta padanya, karena kebersamaan kami berdua akhirnya timbul perasaan yang lain di hatiku aku berharap dia juga demikian. Aku tak menceritakan hal ini pada siapa pun, aku akan menceritakan nya nanti jika aku dan Yusuf  jadian. Setelah sampai dikelas, aku duduk di bangku ku, aku mengambil buku dari dalam tas ku hanya sekedar membaca-baca saja. Baru saja aku akan mengambil buku dari dalam tas ku, Yusuf masuk dan duduk di sampingku, ada perasaan deg-degan tapi aku berusaha bersikap biasa. “ada PR ga sih?” Tanya Yusuf membuka percakapan. “ga tau deh” jawab ku singkat. “dasar yah emang lo males” ejek nya “heh, emang lo ga males apa? Lo juga ga tau kan ada PR apa engga” jawabku dengan nada tinggi “tuh kan lo gitu sih, gampang marah” “hahaha, engga kali ah lo kaya yang ga tau gue aja sih” kali ini aku tertawa terbahak-bahak, dia pun ikut tertawa. Tanpa aku sadari, hal inilah yang membuatku jatuh hati padanya.
Di luar terdengar suara gaduh dari segerombolan anak laki-laki dan aku tahu siapa yang membuat suara gaduh seperti itu, pasti teman-teman sekelasku dan tebakkan ku benar, tak lama para pembuat gaduh itu masuk ke kelasku mereka ribut sekali mereka membuat ku kesal, bukan hanya karena kegaduhan yang mereka buat tapi juga karena mereka berhasil menarik perhatian Yusuf dan akhirnya Yusuf lebih memilih untuk bergabung bersama mereka. Coba tebak perasaan ku saat itu, jengkel. Bagaimana tidak ketika sedang menikmati momen-momen bahagia tiba-tiba ada yang mengacaukan, tapi aku bersikap biasa saja agar Yusuf tidak curiga.
Kemudian aku melanjutkan aktivitas ku dan Yusuf juga begitu, ia lebih suka bergabung bersama teman laki-lakinya. Saat jam pelajaran seperti biasa Yusuf yang duduk di bangku depan pindah kesebelahku karena matanya minus jadi ia tak begitu jelas melihat papan tulis, inilah momen-momen bahagia ku selanjutnya. “minjem penghapus ca!” pintanya padaku “nih, minjem aja” jawab ku ketus “oke, oke nanti gue beli sama toko-tokonya” jawabnya “alah, penghapus satu aja ga kebeli apalagi sama tokonya, mimpi” jawabku sengit. “nanti liat ya gue bakal buktiin ke lo, gue bakal beli tuh penghapus, haha” Yusuf pun tertawa. “Ica, Yusuf kalian ngapain ribut-ribut berdua?” suara guru biologi membuyarkan candaan kami diikuti dengan suara gaduh dari anak-anak yang menggoda kami “engga bu ini si Ica nya yang berisik, ngajakin becanda mulu” Yusuf menyalahkan ku “loh ko ke Ica sih, Yusuf bu yang gangguin Ica” aku tak mau kalah, guruku hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Seisi kelas menertawakan kami. “elo sih pake minjem penghapus segala” aku menoleh ke Yusuf dan menyalahkan nya. “apa hubungannya? Emang lo nya aja yang tukang ribut” Yusuf membela diri. Aku hanya menampakkan muka kesal, padahal di hatiku aku begitu bahagia.
Hal seperti itu terus berlangsung selama 2 minggu, canda tawa dan kebahagian yang tidak ada hentinya membuatku semakin yakin bahwa aku memang benar-benar jatuh cinta. Sampai akhirnya…

Senin pagi setelah upacara aku merasakan sesuatu yang berbeda pada diri Yusuf, dia tak lagi menyapaku atau duduk di sebelahku. Dia berlalu begitu saja, lalu ku beranikan diri untuk bertanya. “Yusuf, ada PR ga sih” “ga tau deh” jawabnya singkat. Aku sangat sedih ketika mendengarnya, Yusuf yang ku kenal sudah berubah ketika jam pelajaran pun dia tak lagi duduk di sampingku. Aku bertanya dalam hati, apa yang terjadi padanya? Apakah dia tahu aku menyukainya dan menjadi risih atas perasaan ku ini?
Aku berusaha tegar dan menganggap semua ini sebagai hal yang biasa, keesokan harinya hal seperti ini terulang kembali dan yang membuatku hancur adalah sekarang dia lebih suka bercanda dengan Gia, teman sekelas kami. Mereka duduk bersama, makan bersama dan Yusuf sekarang lebih suka duduk di samping Gia saat belajar padahal bangku Gia ada di pojok dan tidak begitu jelas dengan papan tulis mereka begitu dekat, aku berusaha menyakinkan diriku bahwa hal itu merupakan hal yang biasa dan tak berarti apa-apa. Untuk lebih meyakinkan hati ku, aku bertanya pada Dwi, teman sebangku ku “Wi, si Yusuf ama Gia jadian yah?” aku mengagetkannya yang sedang menulis “hah? Apa? Jadian? Engga ah, masa mereka jadian kan Gia nya juga udah punya cowo” jawabnya setengah kaget “oh ya?” raut muka ku menunjukan rasa bahagia “iya, mereka udah pacaran lama ko lagian kamu kaya yang ga tau Yusuf aja, dia kan emang deket sama hampir semua cewe di kelas ini” jawab Dwi meyakinkan. Hati ku tenang mendengar perkataan Dwi lalu aku hanya tersenyum penuh kemenangan, dalam hati ku aku mencerna kembali apa yang Dwi katakana tadi, Yusuf kan memang dekat dengan hampir semua murid perempuan di kelas ini, lagi pula jika Gia sudah punya pacar mana mungkin Gia dan Yusuf jadian. Aku berusaha positif thinking
Saat jam terakhir Yusuf menghampiriku untuk meminjam buku catatan sejarah ku. “Ca, liat buku sejarah kamu dong! Aku belum nyatet” dia menghampiriku dengan wajah tenangnya “nih, jangan rusak, jangan ilang, jangan kusut pokoknya pas dibalikin ke gue keadaannya harus tetep kaya gini” pinta ku “iya iya” jawabnya sambil berlalu. Entah mengapa walau Dwi sudah meyakinkanku, aku tetap saja melihat sesuatu yang lain dari Yusuf.
Saat pulang sekolah, aku pulang sendiri ayah tidak bisa menjemputku karena harus lembur aku diam didepan gerbang menunggu angkot, tiba-tiba Yusuf menghampiriku dia mengembalikan buku sejarah yang dia pinjam tadi. “nih Ca buku nya, makasih yah” dia menjulurkan buku bersampul coklat itu padaku “oke, ga rusak kan bukunya” godaku. “engga lah, tangan gue kan halus dan lembut jadi ga mungkin buku lo rusak” ucapnya dengan nada so. “masa? Lebay dasar” jawabku sengit. Kami lalu tertawa bersama. “ga di jemput ca?” “engga nih, ayah lembur aku pulang pake angkot” “yaudah bareng yah, gue juga pulang pake angkot ko” pinta Yusuf. Aku mengangguk mengiyakan. 5 menit kemudian angkot yang kami tunggu tiba. Di dalam angkot aku dan Yusuf bercanda seperti biasa, aku mulai merasakan Yusuf ku kembali, aku sangat bahagia perasaanku berbunga melihat Yusuf yang sempat berpaling ke Gia kini kembali lagi  padaku. Dalam hati aku berkata “lo tuh pantesnya sama gue” ujar ku mantap.
Keesokan harinya, aku tidak melihat Yusuf dia tidak sekolah, dia sakit. Rasanya semangatku hilang, aku mengirim sms pada Yusuf, kutulis pesan yang isinya “Hey, sakit apa?” tak lama kulihat laporan terkirim dan 10 menit kemudian Yusuf membalas “ga enak badan Ca” jawabnya. “yaudah cepet sembuh yah” balasku. Dia tidak membalas lagi, aku sedikit kecewa dengan perlakuannya.
Kulihat Gia yang sedang duduk di bangku Yusuf, dia sedang asyik mengotak-atik hp nya. Aku menghampirinya dan berpura-pura menanyakan tentang tugas kimia. “Gi, kamu udah belom tugas kimia?” Tanya ku. “udah Ca, kemaren sore ngerjain bareng Yusuf” jawabnya tenang. Aku seperti di sambar petir mendengar perkataan Gia. “sama Yusuf? Dimana?” tanyaku heran. “kemaren dia ke rumahku, ya sekalian aja sambil ngerjain tugas kimia.” Lagi-lagi dia menjawab dengan begitu tenangnya sambil terus memainkan hp. Gia terlihat sedang berkirim pesan dengan seseorang. “oh.. “ hanya kata “oh” yang keluar dari mulutku, aku tak bisa berkata apa-apa lagi, rasanya aku ingin menangis tapi sekuat tenaga aku menahannya. “smsan sama siapa Gi?” tanyaku lagi “sama Yusuf” jawabnya singkat. Jawaban singkat yang membuatku hancur dan tak kuat menahan tangis, tapi aku berusaha sebisaku agar air mataku tak jatuh. “loh bukannya dia sakit yah?” aku bertanya lagi dengan nada yang canggung. “iya, emang sakit kemaren abis pulang dari rumahku kita makan bakso gitu eh malem nya dia langsung sakit, kaya dia baksonya ga higienis gitu deh, aku jadi ngerasa bersalah” jelasnya dengan panjang lebar. Seperti ada pisau tajam yang menusuk di dadaku, sesak. “dari tadi smsan nya? Ko yang lagi sakit bisa kirim sms sih?” aku berusaha tenang dan bersikap sebiasa mungkin. “iya dari tadi pagi sebelum berangkat sekolah juga kita udah smsan ko, ga tau deh Ca, udah aku bilangin suruh istirahat tapi dia nya keukeuh pengen smsan sama aku, yaudah deh kali aja dengan smsan sama aku dia bisa sembuh hehehe” Gia menjelaskan dengan binar dimatanya, dan aku tahu apa arti binar itu.
Ya Tuhan, aku tak sanggup !! aku tak sanggup mendengar apa yang Gia katakan. Pantas Yusuf tak membalas lagi sms ku, dia sedang asyik smsan dengan Gia. Rasanya aku ingin menangis sekencang-kencangnya, aku kehilangan semua kekuatan dan semangatku. Untuk berjalan pun aku tak mampu. Aku hanya diam dan murung saat disekolah, perkataan Gia terus menari-nari di pikiranku. Aku tak bisa menghapusnya. Dwi heran melihat sikapku, dia bertanya apa yang terjadi “kamu kenapa Ca? ko murung gitu sih? Kamu sakit?” Tanya Dwi mengkhawatirkanku. “gapapa ko Wi, aku baik-baik aja” jawabku dengan lesu. “kalau kamu sakit kamu bilang aja, nanti aku anterin ke UKS” aku tak menjawab, aku hanya mengangguk pelan.
Setibanya di rumah aku langsung masuk kamar dan membanting tubuhku ke kasur, aku menangis, betapa hancurnya hatiku ketika laki-laki yang kucintai, yang selama ini selalu bersamaku dan ku anggap dia memiliki perasaan yang sama dengan ku kini lebih memilih wanita lain. Padahal Gia sudah punya pacar dan selama ini Yusuf selalu bersama ku, apa artinya perhatian dan kebaikan yang Yusuf berikan padaku jika itu tak berarti apa-apa untuknya. Kenapa Gia? Gia kan punya pacar, apa Yusuf rela dijadikan selingkuhan oleh Gia? Kenapa Gia, Yusuf?
Aku terus menangis kemudian aku terlelap dan bangun menjelang magrib, kepala ku pusing sekali. Aku bergegas mandi dan kemudian aku terdiam di kursi pojok kamarku, aku hanya bisa terdiam apalagi yang bisa kulakukan jika laki-laki yang kucintai ternyata memiilih wanita lain untuk ia cintai. Aku tak mau ke sekolah lagi, tak mau melihat Yusuf dan Gia aku ingin sendiri. Tapi aku bisa apa? Aku harus menerima kenyataan dan berani menghadapinya. Aku harus tetap pergi ke sekolah dan menahan semua luka.
            Perasaan ku tak enak hari ini, seperti ada sesuatu yang buruk yang akan terjadi. Aku tak sarapan, aku langsung pergi kesekolah. Jangan kan untuk sarapan, untuk hidup saja aku ragu. Aku berjalan lesu ke kelasku, dari jauh kulihat kelas ku begitu ramai dan gaduh aku penasaran dengan keadaan kelas, kupercepat langkahku dan sejurus kemudian aku sudah berdiri di depan pintu, suara gaduh itu ternyata berasal dari meja Gia, terdengar sorak-sorak dan godaan pada Gia, aku semakin penasaran dengan apa yang terjadi kulangkahkan kaki ku ke meja Gia, aku bertanya apa yang terjadi. “kenapa sih? Ko rame banget?” Tanya ku bingung. “lihat dong facebooknya Gia” jawab Wita teman sebangku Gia. Kulihat Gia sedang asyik menatap layar laptop nya bersama teman-teman sekelas yang sepertinya mengacuhkanku. “emang kenapa facebooknya Gia?” tanyaku semakin bingung. “ih kamu ga uptodate deh, nih liat sendiri deh profil facebooknya Gia” ucap Wita sambil menjulurkan laptop Gia padaku. Kulihat profil facebook nya, sekilas tak ada yang aneh sampai kulihat di sisi kiri profil facebook Gia Adelia dan kudapati sesuatu yang membuatku ingin mati, disana tertulis IN RELATIONSHIP WITH YUSUF SETIA DHARMA. “udah tau sekarang apa yang bikin kelas rame?” Wita membuyarkan pikiranku. “udah ko” jawabku dengan ucapan yang sangat pelan. “selamat ya Gia, semoga langgeng sama Yusuf” aku mengulurkan tanganku pada Gia dan Gia menjabatnya.
Selasa, 19 Juni 2012

Ayudia Prahesti
            Senin, 14 Maret 2011
Gue benci sekali dengan senin dan gue rasa hampir semua orang ga suka dengan hari senin, gimana engga setelah bersenang-senang di hari minggu dan dengan terpaksa harus ketemu lagi dengan senin. Yah, mau bagaimana lagi kalau bisa rasanya pengen banget mengubah kalender dirumah gue supaya abis hari minggu langsung ke sabtu dan begitu seterusnya. Tapi itu adalah hal paling mustahil didunia ini. “Nikmati saja hari senin nya” gumamku dalam hati
Gue dengan enggan meninggalkan tempat tidur gue sampai akhirnya Ibu menyuruhku (baca:memaksa) untuk pergi mandi, dengan wajah memelas gue bergegas menyambar handuk dan pergi mandi. Rasa nya malas sekali hari senin pergi kesekolah, karena pasti upacara sudah menanti, tapi kalo gue ga sekolah gue bisa ketinggalan ulangan biologi.
Jam 06.25 gue berangkat ke sekolah, gue ga pake mobil pribadi karena memang gue ga punya mobil pribadi, gue juga ga pake motor karena gue ga bisa pake motor, jadi setiap hari angkot lah yang setia menemani, jarak rumah kesekolah cukup jauh bisa sampai 30 menit perjalanan.
Sesampainya di gerbang sekolah, gue papasan sama temen sebangku gue, Winda, kita berdua jalan bareng ke kelas. Waktu lagi jalan ke kelas, banyak banget yang winda certain ke gue,  terutama tentang sesosok wanita menyebalkan yang melihat mukanya aja bikin bulu kuduk gue berdiri, namanya Ayudya Prahesti, dia memang cantik, banyak laki-laki disekolah yang naksir padanya, dia sombong, songong, tengil dan bagian menyedihkannya adalah dia satu kelas sama gue. Argghhtt ya Tuhan, cobaan macam apa ini.
            “Cha, kemaren si hesti dijemput pake sedan silver?” Winda membuka percakapan, gue agak kaget sama omongan Winda tadi. “ah, masa sih? Bukannya mobil dia itu yang kijang putih?” tanyaku heran “engga ko, kemaren sih gue liat dia dijemput didepan sekolah pake sedan silver itu” Winda meyakinkan “mobil baru kali” jawabku singkat. “Pasti makin sombong aja tuh si Hesti” gumamku dalam hati. Setibanya dikelas gue langsung di sambut dengan si sombong itu, dia sedang duduk dikorodor sekolah sambil memainkan iPhone nya, ya Tuhan kenapa senin pagi ini gue harus bertemu dengan makhluk sombong. Gue noleh sinis gitu ke dia, gue muak banget sama muka songongnya itu. Baru saja gue nyimpen tas ku dibangku, bel upacara udah bunyi pertanda aktifitas pertama disekolah akan di mulai.
Gue sama Winda bergegas menuju lapangan upacara, didepan gue Hesti lagi jalan sendirian, dia emang ga punya temen, hampir setiap hari dia pergi kemana-mana sendiri. Dan gue sangat senang dengan hal itu, ya pasti lah dia di jauhin karena sifat sombongnya.
            Saat upacara, gue ngambil barisan paling belakang supaya bisa ngobrol sama Winda. “win, liat deh si hesti makin hari makin sombong aja” gumamku pada winda. “yah, elo kaya yang ga tau dia aja” timpal winda. “sayang ya, walaupun dia cantik dan kaya tapi ga ada orang yang mau temenan sama dia kemana-mana sendiri, ga kesiksa apa” ucapku “mau gimana lagi, siapa sih yang mau temenan sama orang judes dan sombong kaya gitu, orang paling cupu sekalipun disekolah ini pasti ga mau temenan sama dia” jawab Winda “emang iya sih win, cantik dan tajir doang ga cukup buat jadi modal harus ada nilai lebih” “nah itu kamu ngerti, cha. percuma tau cantik tapi sombong” ujar Winda. Selama upacara, aku dan Winda terus saja mengobrol, topic utama kamu adalah si hesti. Kalo ngomongin dia, ga aka nada berenti nya deh, ga tau tempat mau pas upacara, lagi belajar, di kantin bahkan di toilet sekalipun kita pasti ngomongin si hesti, abis tuh anak rese nya ga ketulungan.
            Upacara hari ini lama banget, bu Dewi yang jadi pembinanya kelamaan pidato, ga ngerti juga deh dia ngomongin apaan, paling tentang kebersihan kelas kerapihan dan kedisiplinan gitu lah, standar banget pokok nya. 45 menit lebih gue berdiri kepanasan di tengah lapangan, keringet udah banjir gini di baju gue, dan syukur nya bu Dewi ngerti kalo anak-anak udah ga comfort lagi, dia buru-buru nyelesein pidato nya dan ga lama setelah itu si arif yang jadi pemimpin upacara langsung ngebubarin barisan manusia di tengah lapangan sekolah itu. Sebelum ke kelas gue sama Winda ke kantin dulu buat beli minum, pas jalan ke kantin gue liat si hesti lagi ngobrol sama rizki akrab banget mereka kaya yang lagi pacaran padahal kan si rizki udah punya pacar si Wilma, apa mereka udah putus? Terus si rizki jadian sama si hesti? Ah, gue jadi kepo gini sih. Pas gue papasan sama mereka gue denger obrolan mereka “ki, nanti malem jalan yuk, bete nih gue”  ajak  hesti “nanti malem yah? Gue ada acara sama si Wilma tapi ya kalo lo mau gabung sih gapapa bareng aja” jawab rizki “hm, engga deh kalian berdua aja” jawab hesti cemberut “jangan cemberut gitu dong lain kali aja ya” “yaudah ok deh.”
            Gue cuma bisa bengong, gila yah apa sih yang ada di pikiran si hesti masa dia ngajak jalan pacar orang sih? Ga mikir apa tuh orang. “lo denger ga tadi si hesti ngomong apa ke si rizki?” tanya gue ke winda “engga, emang dia ngomong apa?” jawab winda bingung “masa si hesti ngajak si rizki jalan nanti malem, emang dia ga tau apa si rizki pacaran sama si Wilma?” “hah? Yang bener?” ekspresi winda menunjukkan ketidakpercayaan “masa gue bohong sih, orang tadi gue denger sendiri” gue coba ngeyakinin winda “dasar yah gatel banget si hesti, pantes aja si Wilma ngejauhin dia kelakuan nya kaya gitu sih, padahal kan waktu dulu mereka tuh sahabatan” kenang winda “iya yah, ga nyangka padahal dulu si hesti sama si Wilma kan satu geng kemana-mana bareng gitu, eh karena kelakuan jelek si hesti tuh anak di depak dari gengnya” cerita ku panjang lebar “udah ah, males gue ngomongin si hesti. Cepetan gih beli minum nya” cetus winda tak sabar
            Seperti biasa, kalo senin bawaan nya pasti bete terus apalagi sekarang harus olahraga, abis panas-panasan upacara sekarang harus olahraga. Kurang ekstrem apa coba hari ini? Pas olahraga si hesti dengan centil nya bawa-bawa kipas kemana-mana dengan gaya tengil nya dia ngibasin rambut panjang nya, iyuuuuhh serasa pengen jambak deh tuh rambut kebaca banget kalo dia lagi narik perhatian kakak kelas yang lagi barengan olahraga, apalagi si gery mantan nya si hesti lagi maen basket ya pantes lah si hesti kecentilan. Dan seperti biasa olahraga pun ga ada yang mau nemenin dia, tapi bukan hesti namanya kalo dia bisa berdiri di atas kaki nya sendiri walau semua orang ngejauhin dia, untuk yang satu ini gue salut deh siapa lagi coba yang bisa tahan di jauhin sama temen sekelas kalo bukan si hesti, kaya nya tuh dia ga peduli apa pendapat orang tentang hidup nya, bagi dia hidup dia ya urusan dia. Bener sih filosofi hidup nya, tapi alesan di balik filosofi nya itu yang ngaco, ga introspeksi diri banget. Saking sibuk nya ngurusin hesti, gue ga nyadar di tinggal temen-temen ke ruang olahraga. “sial, ditinggalin kan gue” gumamku. gue pun cepet-cepet lari nyusul anak-anak.
            Selesai olahraga gue langsung buru-buru ganti baju, ga tahan sama keringet nya, abis ganti baju gue ngajak winda ke kantin, pas lagi jalan di koridor kelas gue sama winda kaget, ada yang berantem di kelas XI IPA 2 karena penasaran, gue sama winda langsung gabung sama anak-anak yang udah lebih dulu di situ, saking kepo nya gue ampe ga nyadar udah nyeruduk-nyeruduk gitu saking pengen liat paling depan, gue ga peduli deh si winda ada dimana dan waktu gue liat siapa yang lagi berantem gue kaget banget, si hesti lagi adu mulut sama si Wilma, dan mereka lagi di kelilingi sama anak-anak geng nya Wilma. Heboh banget deh pokoknya, si Wilma sambil nangis gitu ngomong ke si hesti nya, dan si hesti tetep dengan muka tengil nya malah makin nyolot gue ga ngerti apa masalah nya gue nanya aja sama si ruly yang berdiri di pingir gue “masalah nya apa rul?” tanya gue “kata nya sih si Wilma marah sama si hesti gara-gara tadi pagi si hesti ngajak si rizki jalan gitu” jelas ruly “oh gitu” jawab ku manggut-manggut. Ternyata itu permasalahan nya, “tau dari mana si Wilma si hesti ngajak jalan cowo nya?” gumam ku dalam hati.
            Sementara gue lagi bengong yang lagi berantem malah makin heboh aja, si Wilma nampar si hesti ya jelas lah si hesti bales nampar terus geng nya si Wilma turun tangan mereka sih ga misahin si hesti sama si Wilma, malah bantuin si Wilma secara mereka pasti sebel banget sama kelakuan busuk si hesti yang udah keterlaluan. Si hesti malah makin nyolot, kayanya dia ga terima di keroyok sama mantan temen se-geng nya, novi yang bisa dibilang leader di geng itu turun tangan “eh mau lo tuh apa sih ga puas apa waktu dulu lo ngedeketin si ardi? Gatel banget sih hidup lo” cetus novi “hak gue dong mau gimana juga, hidup-hidup gue kenapa emang lo ga suka sama gue? Itu sih masalah lo, ga ada urusan sama gue” hesti makin nyolot “udah lah sekarang lo pergi aja gih, gausah ngeliatin muka lo lagi di depan kita, eneg tau. Dan satu hal lagi jangan gatel sama cowo gue, masih banyak kan cowo jomblo diluar sana lo cari deh cowo yang bisa lo kibulin, jangan cowo gue” ucap Wilma panjang lebar dengan mata berkaca-kaca “ok, gue pergi lagian siapa juga yang mau ketemu lo lo semua” ketus hesti sambil berlalu. Setelah hesti pergi, wilma sama temen-temen nya sibuk ngomong ga jelas, kayanya mereka kesel sama sikap acuh nya si hesti, mereka ngerasa ga dianggap gitu ya maklum lah mereka kan geng yang di kenal gila akan penghargaan, kaya nya tuh semua orang di sekolah harus hormat dan tunduk sama mereka. Fiuh, emang mereka siapa coba?
            Setelah gue selesai kepo masalah si hesti sama wilma and the geng, gue baru nyadar gue masih berdiri kaya patung sedangkan temen-temen yang lain udah pada bubar, gue langsung kikuk gitu dengan tingkah yang canggung gue langsung ngebubarin diri nyari si winda, setelah celingak-celinguk gue nemu si winda lagi nyender di tembok kelas. “win, lo tadi liat ga mereka berantem?” sambar gue ke winda “ga liat gue, orang rame gitu gue aja paling belakang liat nya, ga liat apa-apa malah, lo dimana sih tadi? Ko gue ga liat lo” “gue paling depan tadi” jawab ku cuek “ko bisa?” tanya winda heran “ya gue nerobos kerumunan anak-anak aja” jawab gue belaga polos “hah? Gila lo niat banget yah pengen kepo nya” winda keheranan “ya abis kapan lagi cob ague liat mereka berantem, udah yuk ah kata nya mau ke kantin” aku bergegas menggandeng lengan winda.
            Waktu istirahat gue jadi lebih sebentar gara-gara tadi ngeliat si hesti berantem. Gue pikir si hesti bakal shock gitu eh ternyata dia adem-adem aja, malah gue liat dia lagi ngobrol cengengesan sama anak-anak cowo. Kaya ga terjadi apa-apa, emang dasar yah saking acuh nya tuh anak dia ampe ga sadar kalo beberapa menit yang lalu dia abis berantem hebat sampe ada adegan tampar-tamparan segala. Ckck, gue Cuma bisa geleng-geleng kepala. Ga lama, bel masuk udah bunyi aja sekarang pelajaran matematika terus dilanjut sama bahasa inggris abis itu pulang deh, ga sabar nunggu bel pulang nih gue. Hari senin ini kayanya ngebosenin abis deh, ga ada yang special gitu. Dan untung banget setelah nunggu 3 jam lama nya bel pulang yang gue tunggu-tunggu pun akhir nya dateng, kalo bel pulang gini anak-anak muka nya pasti cerah ceria deh.
            Seperti biasa kalo pulang gue nebeng winda, dia biasa nya nganterin gue pake motornya. Dijalan waktu mau ke parkiran gue sempet liat si hesti lagi maenin iPhone nya ngetik sms kaya nya. Paling dia minta jemput supir nya. “asik yah jadi si hesti, di manja banget pengen apa-apa tinggal bilang pasti langsung dikasih” cetus ku pada winda “ah lo tadi pagi aja ngejelekin si hesti, sekarang malah envy” goda winda “ya siapa coba yang ga iri sama si hesti, cakep, tajir, barang-barang nya pasti up to date, dan cowo-cowo banyak yang naksir dia, kalo aja dia lebih rendah hati dan bisa ngehargain orang lain, pasti banyak banget tuh anak temen nya” celoteh ku “ga mungkin! Dia tuh udah dari sono nya tengil, ga bisa di rubah, udah ah masa hari ini topic nya full tentang si hesti sih” cetus winda “iya deh iya, cepet ah gue pengen buru-buru balik nih”  “huuuu, dasar! Udah nebeng malah lo lagi yang rewel” keluh winda gue cuma bisa ketawa-ketawa aja
            Kebiasaan banget kalo pulang sekolah gue pasti paling akhir, abis si winda sih kalo parkir motor suka di tempat yang ga srategis udah tau banyak banget anak-anak yang bawa motor dan kebanyakan dari mereka tuh anak cowo kebayang kan kalo si winda yang mungil itu harus desek-desekan sama anak-anak cowo yang rata-rata badan nya gede? Lagian si winda udah di omelin berapa kali supaya parkir motor nya di depan tetep aja di situ lagi di situ lagi nyimpen motor nya. Setelah nunggu hampir 20 menit lebih akhir nya tuh matic keluar juga dari tempat parkir dengan baju basah kuyup gara-gara keringetan gue buru-buru naek ke motor dan nyuruh winda cepet-cepet nyalain motor nya supaya gue bisa cepet balik. Tiba-tiba si winda ngagetin gitu “cha, si hesti noh” “apaan sih lo? Ngagetin aja” protes ku “ih elo, tuh liat si hesti dia kayanya lagi nunggu jemputan nya” tunjuk winda ke arah hesti yang berdiri sambil maenin iPhone nya di seberang jalan. “iya deh kayanya” ga lama mobil kijang putih datang dan berenti di depan si hesti, terus mobil itu pergi dan si hesti udah ngilang “perasaan kemaren bukan yang itu deh mobil nya, iya kan cha?” tanya winda “ganti lagi kali, orang setajir dia ga mungkin kan mobil nya satu” jawab ku. Lalu muncul lah ide di benak ku “kita ikutin yuk win” pintaku “hah? Engga ah, ngapain sih kata nya tadi lo pengen cepet-cepet balik” keluh winda “nanti aja balik nya, gue pengen liat segede apa sih rumah si hesti, udah cepetan nanti ketinggalan lagi” dengan setengah hati winda nyalain motor nya dan ngekor mobil hesti “jangan terlalu cepet, nanti ketauan lagi” protes ku pada winda “tadi nyuruh cepet-cepet, sekarang nyuruh jangan cepet-cepet, gimana sih” keluh winda sedikit kesal.
            Setengah jalan, mobil nya hesti berenti di restoran fast food. Gue kira mereka bakal makan dulu tau nya Cuma beli beberapa bungkus makanan terus mereka ngalanjutin perjalanan pulang lagi, tadi gue sempet ngeliat bapak-bapak berjas dan berdasi. “pasti itu bokap nya hesti” cetus ku pada winda yang dari tadi sibuk ngeliatin gera-gerik hesti “kayanya” jawab winda singkat. Kita langsung tancap gas ngikutin mobil hesti, 10 menit kemudian mobil itu berenti di kawasan perumahan elit yang ga bisa sembarangan orang masuk. “yah cha, rumah si hesti kayanya di perum ini deh, kita ga bisa masuk” keluh winda “iya deh, ya seengga nya kita tau rumah hesti di kawasan mana” ucap ku. Tapi ternyata mobil itu ga buru-buru masuk ke komplek perumahan elit itu, mobil itu berenti cukup lama dan gue liat si hesti keluar dari mobil itu sambil bawa bungkusan makanan yang tadi dia beli di restoran fast food. Gue sama winda langsung kaget gitu, ngapain coba si hesti turun di situ. Si hesti ternyata ga ikut mobil itu masuk ke perumahan, dia jalan cukup jauh sebelum akhir nya dia naek angkot.
            Sumpah deh gue Cuma bisa bengong, mau kemana si hesti pake angkot bukan nya dia ga biasa naek mobil umum yang ga ada ac nya? “cha, dia mau kemana?” tanya winda bingung “mana gue tau, udah ikutin aja, awas ketauan” jawab ku. Cukup jauh juga si hesti naek tuh angkot, sekitar 15 menit dia baru turun di depan sebuah gang di daerah pinggiran Jakarta yang menurut gue tempat nya tuh agak kumuh, gue sama winda makin di buat bingung. “ini apa maksudnya sih? Ko dia turun di sini, bukan nya rumah dia di perumahan elit tadi yah, kenapa dia ga ikut mobil mewah tadi” aku mencecar winda dengan pertanyaan yang gue yakin winda pun pasti ga tau jawaban nya “gue ga tau, gue ga tau apa-apa” jawab winda dengan nada bunging.
            Karena si hesti jalan, gue sama winda berenti dulu depan gang cukup lama kita nunggu si hesti jalan jauh di depan kita supaya kita ga ketauan, setelah gue rasa jarak antara motor winda sama si hesti cukup jauh kita nerusin pengintaian kita lagi, kali ini motor winda ga dipacu terlalu kenceng, jaga-jaga supaya si hesti ga tahu. Si hesti ngilang di balik belokan pertama gang itu, gue sempet kelabakan takut kehilangan jejak hesti untung winda ngerti dan dia buru-buru kebut tuh motor, nyampe di belokan kita liat si hesti lagi jalan dan di masuk lagi ke gang kecil. “mau kemana sih tuh anak, udah masuk gang malah masuk gang lagi” protes ku jengkel. Tapi karena saking penasaran nya kita tetp lanjutin pengintaian ini, kita berenti tepat di depan gang yang tadi si hesti masuk ke situ. Dan kita Cuma bisa bengong melongo kaya orang bego waktu kita liat si hesti masuk ke rumah kecil dan reyot di ujung gang, dari yang kita liat dia sempet nyium tangan ibu-ibu tua yang lagi nyapu terus masuk ke dalem rumah itu.
            “Cha, jangan bilang apa yang lo pikirin sama kaya apa yang gue pikirin?” tanya winda khawatir “menurut gue sih itu rumah nya si hesti dan ibu-ibu yang dia salamin itu nyokap nya” jawab ku sedikit ragu. Kita cukup lama di buat takjub sama pemandangan yang baru kita liat itu, sebelum ada anak SMP yang lewat depan kita, langsung aja gue samber tuh anak. “eh de, sini dulu dong!” pintaku “ada apa kak?” wajah tuh anak ketakutan campur bingung “kita Cuma mau nanya-nanya kok” jawab winda ramah “hm, nanya tentang apa ya kak?” “itu rumah siapa ya?” tunjuk ku ke rumah yang tadi gue sama winda liat dia masuk “oh itu rumah pak ujang sama bu marni” jawab si anak kalem “mereka punya anak cewe seumuran kita ga?” tanya winda “ada ko, kak ayu, dia kelas 2 SMA dia SMA Pelita Harapan” “hah? SMA Pelita Harapan, itu kan sekolah kita Cha” cetus winda kaget “kakak sekolah disitu juga? Kenal ga kan sama kak ayu?” “ayu? Perasaan ga ada yang namanya ayu deh, kita juga kelas 2” jawab ku “masa sih ka, namanya Ayudya Prahesti, masa kakak ga kenal, katanya dia tenar di SMA itu” waktu tuh anak bilang Ayudya Prahesti, mendadak kepala gue pusing, gue ga percaya sama apa yang diomongin nih bocah SMP. “itu rumah nya Ayudya Prahesti?” tanya winda sedikit ragu “iya ka, itu rumah ka ayu” “ayah nya ayu kerja apa?” tanya ku “pak ujang sih dulu nya jual sate keliling, tapi setelah sering sakit pak ujang jadi nganggur, tinggal bu marni aja yang jadi pembantu rumah tangga di rumah nya pak Tio di perumahan Anggrek” jelas anak tadi panjang lebar.
            Gue ga bisa ngomong apa-apa, Cuma bengong ga percaya sama cerita nih anak, winda juga dari tadi ga bersuara. Setelah agak tenang, gue ngajak tuh anak ngobrol sambil minum es campur di warung deket situ dan sekarang gue tau semua nya. Ayudya Prahesti, cewe cantik, tengil, ga punya temen dan yang kata orang tajir banget itu ternyata anak seorang tukang sate dan pembantu. Dan mobil serta semua fasilitas mewah yang dia punya itu dia peroleh dari majikan ibunya, pak Tio yang emang udah nganggep hesti kaya anak nya sendiri setelah anak cewe nya meninggal 3 tahun yang lalu, ternyata cewe yang gue kira punya segala nya itu ga lebih dari seorang anak cewe yang berasal dari keluarga ga mampu yang hidup nya dari belas kasian orang lain.
Jumat, 03 Februari 2012
nama gue Tiara Anisa Putri. panggilannya ya terserah situ2 deh, 18tahun. tinggi 161 berat 45 (sumpah bohong) kulit putih, (putih apa kuning langsat ya) mata sipit, muka lonjong, rambut lurus, ini gue ngapain sih? what the hell banget.
gue tuh orang nya simple, ga suka dandan (abis gue gangerti gituan) judes setengah mati, ga ramah (sumpah gue ga bisa ramah) hobby ketawa pokoknya orang nya rame (dalam arti sebenarnya alias berisik) bawel, rempong, lebay alay apapun itu lah. tapi gue bangga sama diri gue sendiri dan gue ga akan merubah diri gue karena hal2 sepele kaya cowo gitu lah. eww penting sumpah deh erubah gara2 cowo.
gue suka film, music sama bola. gue anti sinetron dan boyband or girlband. apaan sih mereka? malesin sumpah. gue penduung Barcelona, malah cita2 gue tuh nonton live nya Barcelona di Camp nou (amin Ya Allah), pemain favorit gue Messi, males lah gue ngomongin Messi bisa bikin novel gue, pokoknya gue cinta mati semati matinya mati sama Messi, bodo amat lo mau ngomong apa. aktor favorit gue banyak sih, Johnny Deep, Robert Pattinson, Skandar Keynes, Bruce Willis, Daniel Radcliffe banyak lah, gue lupa. kalo artis favorit nya Megan Fox, banyak yang bilang sih gue mirip dia (padahal gue doang yang bilang), Kristen Stewart, Emma Watson, Drew Barrymore, Kate Winslet etc. Film favorit Twillight, Harry Potter, Transformer, Charlie Angel, Titanic, banyak lah gue lupa judulnya.
kalo penyanyi gue suka Katy Perry, Taylor Swift, Usher, Pitbul, Justin Bieber, Avril Lavigne, Boys Like Girls, Linkin Park banyak lah kalo artis Indonya sih Agnes Monica, Afgan, Peterpan, Glenn Fredly pokoknya yang suaranya sesuatu lah.
gue tuh judes banget, dan itu ga bisa gue ilangin. gue ga suka kalo ada orang yang minjem barang gue dan ga dibalikin, sumpah gatau diri banget. gue tau banyak yg gasuka sama gue karena kejudesan gue, so what? do I care? gue emang kaya gini segimanapun lo benci gue ya gue akan tetep gini. emang gue power ranger apa yg bisa berubah? dihh what the hell banget.
aslinya tuh gue baik dan ramah (sumpah) tapi kalo mood gue lagi bagus aja sih, dan keseringan mood gue jelek. gimana dong, sekali lagi GUE GA BISA BERUBAH, kalo lo baik dan ga rese ya gue sih ngikut lo masa lo baik terus gue nya judes terus. emg gue sinting? pokoknya kalo sama gue jangan rese dan harus tau diri.
masalah cowo.... penting? gue gapunya cowo dan ga ada niat punya cowo diwaktu dekat. biar nanti aja, ada waktunya lah. gue gamau kaya temen2 gue yg berantem dikit sama pacarnya langsung galau, mewek, diem dipojokan, mata berkaca-kaca terus diem dibawah dispenser teken tombol hot dan akhirnya melepuh (mampus lo) gue tu anti galau deh, tanya temen2 gue. gue sih kemaren2 naksir cowo, tapi setelah dipikir2 lagi, gue tuh ga cocok sama dia dan dia tuh orangnya sinting. apa gue gitu yang sinting? yauda lah ya males bahas cinta.
cita-cita gue banyak, yg paling besar sih keliling dunia makanya gue pengen kuliah sastra supaya bisa banyak bahasa dan bikin komunikasi gue lancar, gue pengen bahagiain orang tua gue (amin) pokoknya suatu hari gue harus beliin mereka mobil dan berangkat haji (amin Ya Allah) gue pengen buktiin ke semua orang kalo gue bisa. gue sakit hati sama anak yg ortu nya kaya raya tapi mereka malah cuek dan nyianyiain nya. sumpah tuh orang pengen gue lindes pake kereta ekonomi, gatau diri banget. kalo gue jadi mereka gue bakal nurut sama ortu dan belajar bener2 bukan nya malah jadi anak gahol yang hobinya morotin duit ortu. lo pikir duit datang dari langit? kadang2 gue suka sedih sih, dengan gaji bokap gue yg ga seberapa tapi pengeluaran banyak gue suka kasian juga dan ngayal andai aja bokap gue dirut BI. wuihh ga akan deh gue sekolah di Indonesia, langsung gue ke Jepang atau Amerika tapi apa mau dikata, orang punya takdir nya masing2 dan gue ga pernah nyesel sama takdir gue. alhamdulillah banget
pesen gue sih jangan sia-siain apa yg dikasih Tuhan sama lo, apapun yg Dia kasih pasti ya terbaik.
baru kali ini nih gue ngomong bener. udah ah, nanti gue sambung lagi. ciaooo




setiap murid tingkat akhir baik di SD, SMP, maupun SMA harus mengikuti Ujian Nasional. Ujian Nasional merupakan indikator penentu keberhasilan seorang murid. Terdengar tidak adil dan memang pada kenyataan nya tidak adil, bertahun-tahun seorang murid belajar demi menggapai cita-cita dan semua itu hanya di tentukan oleh hasil UN.Ketidakadilan yang selama bertahun-tahun dibiarkan karena ketidakmampuan pemerintah untuk mengurus rakyatnya. UN terdengar menyeramkan, dan memang menyeramkan. Siswa-siswa banyak yang stres tak tahu apa jadinya nanti jika mereka gagal, masa depan hancur, kekecewaan, keputus asaan. Lalu pemerintah dimana? bersembunyi dibalik topeng palsu, berdalih demi kualitas anak bangsa yang lebih baik rela mengorbankan hak-hak seorang anak, mengorbankan kondisi kejiwaan seorang anak. Bukan begitu caranya jika ingin memajukan kualitas pendidikan Indonesia, jika memang ingin memajukan pendidikan Indonesia, lalu kenapa masih ada anak yang tidak bisa bersekolah karena masalah biaya, kenapa ada sekolah yang puluhan tahun tidak pernah direnovasi, kenapa biaya pendidikan mahal, kenapa akses menuju ke sekolah rusak parah, kenapa tenaga pendidik seperti tidak dihargai, kenapa hanya janji yang bisa mereka lontarkan? kami tidak menuntut banyak hal, kami menuntut keadilan, rasakan lah bagaimana sulit nya menjadi kami, menjadi seorang murid dengan tuntutan besar. Hapuskan UN, gratiskan biaya sekolah, perbaiki sekolah-sekolah, malu lah pada negara tetangga yang memiliki sekolah super mewah dengan kualitas internasional. Bagaimana kita akan bersaing dengan mereka jika sekolah kita pun atap nya bolong. Sekolah macam apa itu? Berusahalah memperbaiki sarana dan prasarana pendidikan, lalu perbaiki kualitas SDM nya. Jangan hanya mementingkan imej semata.
Tahukan pemerintah, setiap tahun pelaksanaan UN dan ada siswa yang dinyatakan gagal, bagaimana perasaan mereka? Hancur? yaa. Bahkan mereka ada yang bunuh diri, apa tanggapan pemerintah? Diam. Tuli dan butakah mereka? setiap satu generasi yang hancur karena ulah pemerintah akan mencoreng Indonesia dimata dunia. Bayangkan betapa bobrok nya kita yang membiarkan nyawa generasi muda melayang hanya karena gagal UN.
Bebaskan kami dari belenggu pendidikan! selamatkan generasi muda! Singkirkan ego masing-masing.
HAPUSKAN UN!


About Me

Foto Saya
Tiara's Diary
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
people always judge me before they know me. But, who cares?
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Tick Tock

Share

Share

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail